Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Perdata    
Media Sosial Facebook
Facebook Didenda Rp70 Triliun terkait Pelanggaran Privasi Data
2019-07-16 10:47:04
 

 
AMERIKA SERIKAT, Berita HUKUM - Facebook didenda sebesar $5 miliar (Rp70 triliun) sebagai penyelesaian pelanggaran privasi data, seperti dilaporkan oleh media-media AS.

Komisi Perdagangan Federal (FTC) telah menyelidiki tuduhan bahwa konsultan politik Cambridge Analytica mendapatkan data hingga 87 juta pengguna Facebook dengan tidak semestinya.

Penyelesaian itu disetujui oleh FTC dengan suara 3-2, dikatakan beberapa sumber kepada media AS.

Facebook dan FTC mengatakan kepada BBC bahwa mereka tidak berkomentar atas berita-berita tersebut.

Bagaimana penyelesaiannya?

FTC mulai menyelidiki Facebook pada Maret 2018, menyusul laporan bahwa Cambridge Analytica telah mengakses data puluhan juta penggunanya.

Penyelidikan berfokus pada apakah Facebook telah melanggar perjanjian pada 2011 yang mengharuskannya untuk memberi tahu secara jelas pengguna dan mendapatkan "persetujuan tertulis" untuk membagikan data mereka.

Sumber-sumber anonim yang mengetahui masalah tersebut mengatakan kepada The Wall Street Journal pada hari Jumat bahwa denda $5 miliar telah disetujui oleh FTC dalam pemungutan suara 3-2.

Sumber yang dikutip di media lain juga melaporkan informasi yang sama.

Denda tersebut masih harus diselesaikan oleh divisi sipil Departemen Kehakiman, dan tidak jelas berapa lama ini akan berlangsung, kata sumber tersebut.

Facebook dan FTC belum mengkonfirmasi laporan tersebut, mengatakan kepada BBC tidak ada komentar.<

Namun, jumlah ini sesuai dengan perkiraan Facebook, yang awal tahun ini mengatakan pihaknya memperkirakan denda hingga $5 miliar.

Jika dikonfirmasi, itu akan menjadi denda terbesar yang pernah dipungut oleh FTC pada sebuah perusahaan teknologi.

Cambridge AnalyticaHak atas fotoGETTY IMAGES
Image captionKonsultan politik Cambridge Analytica dinilai mengambil data 87 juta pengguna Facebook secara tak sah.

Bagaimana skandal Cambridge Analytica itu?

Cambridge Analytica adalah perusahaan konsultan politik Inggris yang memiliki akses ke data jutaan pengguna, yang beberapa di antaranya diduga digunakan untuk profil psikologis pemilih AS dan menargetkan mereka dengan materi untuk membantu kampanye presiden Donald Trump pada 2016.

Data diperoleh melalui kuis, yang mengundang pengguna untuk mengetahui tipe kepribadian mereka.

Seperti yang biasa terjadi pada aplikasi dan gim pada waktu itu, kuis itu dirancang untuk memanen tidak hanya data pengguna dari orang yang ikut serta dalam kuis, tetapi juga data teman-teman mereka.

Facebook mengatakan pihaknya meyakini data sebanyak hingga 87 juta pengguna tidak dibagikan secara semestinya dengan konsultan yang sekarang sudah tidak ada lagi itu.

Skandal itu memicu beberapa investigasi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Pada bulan Oktober, Facebook didenda £500.000 oleh pengawas perlindungan data Inggris, yang mengatakan perusahaan itu telah membiarkan "pelanggaran serius" hukum terjadi.

Pengawas data Kanada awal tahun ini mengatakan Facebook telah melakukan "pelanggaran serius" terhadap undang-undang privasi negara itu

Bagaimana tanggapannya?

Investor merespons positif berita denda $5 miliar, mendorong saham Facebook naik 1,8%.

Namun, beberapa anggota parlemen dari Partai Demokrat AS mengkritik hukuman itu, yang mereka sebut tidak memadai.

Senator AS Mark Warner mengatakan "diperlukan reformasi struktural mendasar" untuk menangani apa yang dia sebut pelanggaran privasi berulang oleh Facebook.

"Dengan FTC yang tidak mampu atau tidak mau menempatkan pagar yang wajar untuk memastikan bahwa privasi dan data pengguna dilindungi, sudah waktunya bagi Kongres untuk bertindak," katanya.

Apa sesungguhnya skandal ini?

Pada tahun 2014 Facebook mengundang pengguna untuk mengikuti kuis "This is Your Digital Life." Ini aplikasi yang dibuat untuk mengetahui tipe kepribadian pengguna, yang dikembangkan oleh peneliti Cambridge University, Dr Aleksandr Kogan.

Saat itu hanya sekitar 270.000 data pengguna yang dikumpulkan. Namun aplikasi ini ternyata mengumpulkan juga data publik dari teman-teman para pengguna itu.

Facebook kemudian mengubah jumlah data yang bisa dikumpulkan perusahaan pengembang dengan cara ini. Tetapi seorang bernama Christopher Wylie membocorkan fakta bahwa sebelum aturan penggunaan data diperketat, Cambridge Analytica telah memanen data dari sekitar 50 juta orang.

Menurut Christoper Wylie, data itu dijual ke Cambridge Analytica - yang tidak memiliki hubungan dengan Cambridge University- yang kemudian menggunakannya untuk menganalisa profil psikologis orang-orang itu dan memasok materi pro-Trump kepada mereka.(BBC/bh/sya)



 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?

Mudik Lebaran 2024, Korlantas: 429 Orang Meninggal Akibat Kecelakaan

Kapan Idul Fitri 2024? Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 10 April, Ini Versi NU dan Pemerintah

Refly Harun: 6 Ahli yang Disodorkan Pihak Terkait di MK Rontok Semua

 

ads2

  Berita Terkini
 
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?

5 Oknum Anggota Polri Ditangkap di Depok, Diduga Konsumsi Sabu

Mardani: Hak Angket Pemilu 2024 Bakal Bikin Rezim Tak Bisa Tidur

Hasto Ungkap Pertimbangan PDIP untuk Ajukan Hak Angket

Beredar 'Bocoran' Putusan Pilpres di Medsos, MK: Bukan dari Kami

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2